Elang-elang muda sedang lapar...
Sebagai salah satu burung karnivora yg terkenal dengan pandangannya yg tajam, cengkramannya yg kuat, dan kecepatan terbangnya yg tinggi elang memang menjadi salah satu momok bagi tikus, ular, dan mangsa2nya yg lainnya di alam liar sana. Dengan karakter elang seperti itu bisa dibayangkan apabila sang elang sedang lapar dan mengintai mangsa2nya.
Mungkin hal itu yg bisa mendeskripsikan kondisi Lazio, salah satu klub ibukota Italia. Pada pekan terakhir terakhir kemarin Lazio kembali memakan korban dengan melumat Empoli 4 gol tanpa balas. Gol2 yang dicetak Mauri, Klose, Candreva, dan Anderson itu mengantarkan Lazio meraih 8 kemenangan beruntun musim ini dan memakukan diri di peringkat 2 klasemen serie A! Dari sekilas statistik itulah yg membuat gw tertarik untuk membuat artikel tentang klub yg bermarkas di Olimpico ini. Semoga dari sekelumit tulisan yg gw tulis ini dapat membuat kalian sedikit 'menoleh' terhadap kiprah Lazio sampai akhir musim.
Dengan hasil terakhir melawan Empoli pekan lalu telah membuat Lazio meraih 8 kemenangan beruntun yg dihitung sejak kemenangan melawan Udinese pertengahan Februari lalu. Rentetan kemenangan tersebut telah menyamai rekor klub di Serie A bareng pelatih legendaris, Tommaso Maestrelli 1972/1973 dan Delio Rossi 2006/2007. Melihat liga masih menyisakan 8 pertandingan lagi bukan tidak mungkin akan tercipta rekor baru dalam catatan klub. Apabila pada pemecahan rekor sebelumnya Lazio 'hanya' meraih peringkat 3 (baik akhir musim 1973 atau 2007), bukan tidak mungkin pada akhir musim kali ini Lazio akan mencatatkan prestasi lebih.
Tommaso Maestrelli |
De Vrij |
Sangat menarik apabila menilik performa Tim Biru Langit musim ini. Lazio memulai musim dengan menunjuk pelatih Stefano Pioli. Penunjukan mantan pelatih Bologna ini sendiri awalnya mendapat kritikan keras dari para laziale (julukan Lazio) di seluruh dunia. Betapa tidak, Pioli pada akhir musim 2013/2014 hanyalah pelatih yg tidak bisa membawa Rossoblu bertahan di Serie A. Sebagai klub Serie A dengan dana transfer terbatas pergerakan transfer Lazio di awal musim juga tidak bisa dibilang baik. Lazio banyak melakukan bongkar pasang pemain dari lini belakang sampai depan. Pemain bintang yg bisa dibilang bintang yang berhasil di rekrut Lazio mungkin hanyalah Stevan De Vrij yg bersinar bersama Belanda di Brazil 2014, sisanya hanyalah pemain2 sepertii Dusan Basta, Marco Parolo, Filip Djordjevic, Edson Braafheid, dll.
Namun pelan tapi pasti klub telah yg meraih 2 kali scudetto ini membuktikan mereka tetap mampu bersaing. Sempet terseok2 di awal musim dengan beberapa rentetan kekalahan Lazio kembali memanaskan persaingan di zona eropa sejak pergantian tahun. Ada beberapa faktor membuat perubahan drastis performa klub yg dikapteni Stefano Mauri ini. Antara lain seperti banyak kembalinya pemain2 yg diharapkan di awal musim dari cedera, kombinasi para pemain tua dan muda, dan tak lain adalah taktik brilian dari pelatih Stefano Pauli yg sempat diragukan di awal musim. Namun ada satu faktor lain yg juga diyakini para fans Lazio di seluruh dunia, yaitu kembalinya penggunaan jersey classic yg menjadi ikonik mereka di masa 1980-an.
Jersey classic yang dimaksud adalah jersey dengan siluet elang besar di tengah dengan warna jersey setengah putih ke atas dan setengah biru langit ke bawah. Jersey yang diberi tema "Maglia Bandiera" (yang berarti jersey bendera) ini sebenarnya merupakan jersey khusus untuk memperingati ulang tahun yang ke-115. Namun pada prakteknya penggunaan jersey ini menjadi motovasi sendiri bagi punggawa Gli Aquilotti untuk mengarungi sisa musim. Penggunaan terakhir jersey ini sendiri pada musim 1986/1987 dimana musim tersebut Lazio dikurangi 10 poin gara2 kasus suap dan pengaturan skor. Saat itu Lazio berada di Serie B dan nyaris terdegradasi ke Serie C dengan hanya unggu selisih poin sangat tipis.
Dan percaya atau tidak setelah keputusan resmi dari manajemen untuk mengenakan kembali jersey ini di sisa musim performa Lazio menjadi berubah 180 derajat. Para fans percaya jersey classic ini memiliki daya magis sendiri. Hal itu terbukti dengan Milan menjadi korban pertama setelah mengenakan jersey unik ini dimana dengan ganas Lazio menggilasnya 3-1 pada 25 januari 2015. Hal itu berlanjut sepekan setelahnya di ajang berbeda Coppa Italia Lazio kembali mengalahkan Milan. Dan yang terakhir menjadi korban kelaparan para Elang Muda adalah Empoli dengan skor telak 4-0 sekaligus menandai kemenangan 8 kali beruntun Lazio. Apabila ditelusuri tercatat sejak Lazio mengenakan jersey klasik ini dari 14 pertandingan di semua ajang, I Biancoceleste berhasil mencatatkan 11 kemenangan, 1 kali imbang, dan 2 kali kalah.
vs Milan 3-1 [win]
vs Milan 0-1 [win]
vs Cesena 2-1 [lose]
vs Genoa 0-1 [lose]
vs Udinese 0-1 [win]
vs Palermo 2-1 [win]
vs Sassuolo 0-3 [win]
vs Napoli 1-1 [draw]
vs Fiorentina 4-0 [win]
vs Torino 0-2 [win]
vs Verona 2-0 [win]
vs Cagliari 1-3 [win]
vs Napoli 0-1 [win]
vs Empoli 4-0 [win]
Marco Parolo |
Faktor magis mungkin memang ada. Namun salah besar apabila menyampingkan faktor teknis dari pelatih dan pemain. Pada musim ini Lazio yg dinahkodai Stefano Pioli menggunakan 2 formasi yang paling sering dipakai, yaitu formasi 4-2-3-1, 4-4-2, atau 4-3-3. Seperti formasi 4-2-3-1 pada umumnya diklub lain pada formasi utama lazio ini Lazio lebih memilih keseimbangan tim dalam bertahan dan menyerang. Kehadiran Marco Parolo menajdi penyeimbang yang pas Lucas Biglia di lini tengah. Apalagi Parolo juga ahli dan set piece, sehingga menambah nilai plus dirinya dalam tim. Di sektor belakang kehadiran De Vrij dan Basta memberikan efek yg sangat besar, pada 14 pertandingan terakhir Lazio hanya kebobolan 7 goal! Sedangakan di lini depan Klose tetap menjadi andalan utama dengan Djordjevic sebagai duet atau pelapis yang sepadan.
Dari ketiga formasi tersebut ada eksperimen besar yang dilakukan pelatih Stefano Pioli. Salah satunya adalah duet sayap Candreva dan Felipe Anderson. Pada formasi 4-3-3 Candreva mampu dimaksimalkan sebagai penyerang sayap, bahkan pernah juga dipasang sebagai striker tengah saat Klose dan Djordjevic cedera. Meski kontriburnya belum sebesar musim lalu namun peran Candreva yang fleksibel sangat krusial. Beda lagi dengan kasus Felipe Anderson. Anderson pemain yang diangkut dari Santos pada 2013 aslinya merupakan gelandang serang. Namun berkat kecerdikan Pioli Anderson digeser ke sayap dan justru berperan besar dengan kontibursi 10 gol dan 7 assist dalam 24 pertandingan.
Felipe Anderson |
Danilo Cataldi |
Balde Keita |
Selain karena performa tim yang memuaskan, ada satu hal lagi yang membuat laziale tersenyum. Keberhasilan Lazio sampai ke peringkat 2 pada pekan ke 30 tak lepas dari peran para youngster mereka. Dari semua pemain muda musim ini ada 4 yang paling mononjol, mereka adalah Stevan De Vrij, Felipe Anderson, Danilo Cataldi, dan Balde Keita. Untuk peran De Vrij dan Anderson sudah tidak diragukan lagi, bahkan kabarnya Barcelona dan Chelsea sudah mengambil ancang2 untung menggaetnya di musim depan. Balde Keita yg jebolan La Masia merupakan striker striker alternatif Lazio. Sedangkan Cataldi yang merupakan produk asli akademi sering menjadi tandem Parolo dan Biglia dalam formasi 4-3-3 mengalahkan vice captain Ledesma.
Lazio di masa lalu pernah memiliki pemain2 bintang semacam Hernan Crespo, Juan Sebastian Veron, Pavel Nedved, Gaizka Mendieta, hingga Alessandro Nesta. Apabila terus diasah bukan tidak mungkin keempat pemain tersebut bakal meneruskan para seniornya untuk meraih banyak trofi. Namun apabila keuangan mendesak atau memang ada tawaran menggiurkan dari klub lain tidak ada salahnya menjual youngster-youngster tersebut. Dari segi harga berkat penampilan di seluruh kompetisi taksiran harga menjadi berkali2 lipat. Harga Anderson sekarang ditaksir mencapai 30-40 juta euro, De Vrij yg pernah diincar MU harga pasarannya sekarang 24 juta euro, Keita diketahui pernah ditawar Valencia sebesar 10 juta euro, dan apabila ada yg berminat kepada Cataldi Lazio dapat dengan mudah meminta 8-10 juta euro. Dari semua tadi maka apabila ditotal Lazio akan dapat meraup uang sebesar maksimal hingga 84 juta euro saat menjual mereka!
Lazio, sebuah klub di jantung Italia yang pernah meraih satu piala Winners UEFA sekarang menjadi momok menakutkan di Serie A. Bukan tidak mungkin apabila mereka konsisten peringkat 2 klasemen bakal dalam genggaman dan impian kembali bermain di Liga Champions dapat terealisasi. Tidak sampai disitu saja, satu trofi juga dapat mereka raih apabila dapat melewati hadangan sang raja Italia Juventus di final Coppa Italia.